Surat pimpinan MPR pada keluarga Bung Karno baru-baru ini merupakan pembersihan stigma komunis atas Soekarno selama ini.

Indonesia pascakolonialisme menghadapi masa transisi dari rezim kolonial yang represif menuju negara-banga yang mendorong rakyatnya untuk berdemokrasi. Para pemikir mulai membayangkan impian akan ”manusia baru”.

Polarisasi politik sah dalam demokrasi. Namun, elite harus berhenti menggunakan narasi politik yang bersifat antagonistik seperti mengeksplorasi politik identitas secara tajam kepada masyarakat pada strategi kampanye.

Perlu penyegaran kolektif arah komitmen kebangsaan kita. Ini dapat direalisasikan dengan komitmen menjadikan Pancasila sebagai barometer bersama mengkritisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perilaku berbohong yang dilakukan pejabat publik maupun politisi dipertontonkan sehari-hari. Sehingga, perlu upaya politis yang masif agar bangsa ini kembali kepada kebenaran, kembali kepada Pancasila.

Sebagai sebuah ideologi, Pancasila berkarakter halus dan mengutamakan keharmonisan. Hanya saja, di tataran praktik, Pancasila tidak mudah diimplementasikan. Pancasila belum menjadi karakter warga bangsa.

Kebenaran sejati mengenai Pancasila sehingga usaha-usaha untuk memberikan tafsir tunggal harus dihindari karena akan memunculkan antipati terhadap Pancasila seperti pada masa Orde Baru.

Pancasila wajib disajikan sebagai mata pelajaran ataupun mata kuliah. Nilai-nilai Pancasila diharapkan menjadi arus utama pendidikan.