Saya teringat belum siap perbekalan apa-apa karena liputan ini memang tiba-tiba, mengingat gempa yang datang tanpa aba-aba. Boleh dibilang, setengah modal keberangkatan adalah niat dan tekad. Separuhnya lagi, nekat.

Mampukah suatu liputan mengubah pola pikir para pemangku kepentingan agar memiliki komitmen yang lebih baik untuk menjaga Planet Bumi? Sejatinya, inilah pergulatan ”Kompas”.

Sepanjang perjalanan tugas, saya sering bertemu dengan orang-orang baik hati yang memberikan ruang hidupnya untuk saya singgahi. Tak jarang, orang-orang itu berada dalam posisi sebagai korban bencana.

Belanja alat deteksi dini tsunami BPPT mencapai Rp 500 miliar. Sebagian untuk merakit buoy yang sebelumnya selalu rusak dan hilang. Ahli menilai, pengadaan buoy adalah pemborosan.

Penelitian tentang kerentanan Kota Palu, Sulawesi Tengah, terhadap gempa bumi dan tsunami telah digulirkan sejak puluhan tahun silam. Namun, tak ada upaya mitigasi. Pengabaian dapat berujung pada tragedi.

Sebagian penyintas bencana Palu dan sekitarnya kembali ke zona merah yang menjadi zona terlarang untuk dihuni. Mereka nekat berada di area bahaya karena faktor sosial ekonomi, seperti pemenuhan kebutuhan hidup.

Setelah 15 tahun bencana gempa dan tsunami melanda Provinsi Aceh, kawasan yang pernah hancur kini penduduknya semakin ramai. Para korban dan pendatang kembali tinggal di daerah bekas terdampak tsunami.

Selang 1,5 tahun pascagempa bumi yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagian besar penyintas telah kembali dan menetap di hunian tetap masing-masing. Kendati demikian, sebagian di antara mereka masih trauma.