logo Kompas.id
β€Ί
Nusantaraβ€ΊMereka Kembali ke Zona Merah
Iklan

Mereka Kembali ke Zona Merah

Sebagian penyintas bencana Palu dan sekitarnya kembali ke zona merah yang menjadi zona terlarang untuk dihuni. Mereka nekat berada di area bahaya karena faktor sosial ekonomi, seperti pemenuhan kebutuhan hidup.

Oleh
KELVIN HIANUSA/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/HARRY SUSILO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/vkbtXQ-p_iOvAg7Oy5laTa5jFnA=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2FIMG_20200108_181143_1579552223.jpg
KOMPAS/HARRY SUSILO

Warga mendokumentasikan daerah terdampak bencana likuefaksi di Perumnas Balaroa, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (8/1/2020). Sesuai peta zona rawan bencana yang disusun pemerintah, daerah terdampak likuefaksi di Palu ditetapkan sebagai zona merah yang harus dikosongkan dari hunian penduduk.

Beberapa rumah hanya tersisa atap. Beberapa terkubur ke dalam tanah. Sisanya sudah tak berbentuk, menjadi lautan puing-puing di tanah seluas puluhan hektar. Setahun dan tiga bulan berlalu, kengerian pergeseran tanah masif atau likuefaksi di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, masih begitu nyata dalam imaji.

”Belum diberesin. Beberapa jenazah korban saja masih banyak yang terkubur di dalamnya. Ini, kan, tanahnya naik sampai 5 meter gara-gara likuefaksi,” kata Tamsil Sitopa (61), penyintas likuefaksi di Balaroa, Rabu (8/1/2020) sore.

Editor:
Harry Susilo
Bagikan