Tidak semua alat berat kapasitas besar yang ada sesuai dengan spesifikasi pertambangan hilirisasi mineral.

Smelter titanium pertama di Indonesia akan memiliki kapasitas produksi 100 metrik ton per hari. Produksi smelter ini akan menjadi bahan baku industri alat kesehatan, peralatan militer, pesawat terbang.

Untuk pemrosesan nikel dengan pirometalurgi ("stainless steel"), saat ini ada 44 smelter yang beroperasi dan 25 smelter tahap konstruksi.

Saat ini masih ada ketergantungan akan permodalan, teknologi, hingga pasar yang membuat tenaga kerja asing masih banyak dipekerjakan dalam smelter. Secara bertahap, porsi tenaga kerja dalam negeri mesti meningkat.

Pertambangan sebagai lokomotif perekonomian nasional, dampak ekonominya harus menetes pada sektor-sektor lain. Implementasi hilirisasi harus terintegrasi dengan pembangunan industri.

Pemerintah akan melanjutkan kebijakan hilirisasi ke komoditas nonmineral, seperti sawit, rumput laut, dan kelapa. Lewat hilirisasi, pendapatan per kapita RI diperkirakan bisa melompat dua kali lipat dalam 10 tahun.

Secara umum, peningkatan nilai tambah mineral berdampak positif terhadap makroekonomi Indonesia. Jelas terdengar ganjil ketika IMF menyarankan penghapusan pembatasan ekspor (mineral mentah) tersebut.

Ketegasan pemerintah dalam hilirisasi dibutuhkan untuk menjamin penambahan nilai komoditas mineral. Jangan sampai ada lagi relaksasi atau toleransi ekspor dalam upaya hilirisasi mineral.