logo Kompas.id
Politik & HukumPemerintah dan DPR Harus Duduk...
Iklan

Pemerintah dan DPR Harus Duduk Bersama Sikapi Cacat Formil UU Cipta Kerja

Putusan MK menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan DPR. Salah satunya ialah karena pengalaman membuat ”omnibus law” masih sangat baru di Indonesia. Wajar jika MK memberikan koreksi dan perbaikan.

Oleh
Rini Kustiasih
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/8Vb9jRRGFk6N5wlxZ52gbYDeX6g=/1024x570/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F11%2Fc51a5dcf-3c83-4cb8-91c3-52c1e5e0a420_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Massa buruh dari berbagai elemen menggelar unjuk rasa saat menunggu hasil putusan sidang Mahkamah Konstitusi terkait Undnag-Undang Cipta Kerja di Jakarta, Kamis (25/11/2021). MK memutuskan menolak gugatan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh. Namun, MK menyatakan, proses pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak sesuai dengan aturan pembentukan perundang-undangan. MK memberi waktu kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki tata cara pembentukan UU Cipta Kerja paling lama dalam waktu dua tahun.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan DPR harus duduk bersama untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kedua lembaga pembentuk UU itu perlu secepatnya menginisiasi perbaikan UU Cipta Kerja sebagaimana bunyi putusan MK.

MK memberikan waktu selama dua tahun kepada pembentuk UU untuk memperbaiki pembentukan UU Cipta Kerja. Jika tidak ada perbaikan selama dua tahun itu, UU Cipta Kerja itu akan menjadi inkonstitusional permanen.

Editor:
Madina Nusrat
Bagikan