Gangguan stres pascatrauma menjadi keluhan yang banyak dirasakan oleh korban Tragedi Kanjuruhan.

Kabar duka, info kondisi teman yang sakit, dan aneka berita buruk lainnya kerap mampir ke pikiran kita lewat media sosial atau layanan pesan singkat. Perlahan kita pun kepikiran, dan tak jarang justru menjadi stres.

Pandemi membuat kita serba salah. Aneka masalah datang bertubi-tubi. Upaya menyelesaikan masalah kadang justru membuat masalah baru. Berdamai dengan diri dipercaya membantu untuk keluar dari situasi tidak nyaman ini.

Tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana pandemi ini akan berakhir. Dalam kondisi yang serba tidak pasti, seseorang pasti akan merasa resah dan tidak nyaman. Lantas bagaimana cara agar bisa bertahan dalam ketidakpastian?

Stres berlebih di masa pandemi tidak hanya mengganggu aktivitas sehari-hari. Kekebalan tubuh juga dapat menurun karena stres berlebih menjadi salah satu penyebab limfosit rendah.

Tugas seabrek dalam pembelajaran jarak jauh kerap membuat siswa kewalahan. Dalam hal ini, peran guru bimbingan konseling serta orangtua sangat krusial untuk mencegah anak menjadi depresi.

Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat dunia mengubah kebiasaan hidupnya. Rumah dan keluarga menjadi pusat dari segala kegiatan, mulai dari bersekolah, bekerja, hingga beribadah.

Kasus SN yang meninggal setelah melompat dari lantai empat sekolahnya jadi pemelajaran bagi semua pihak, baik sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Kepekaan semua pihak menjadi kunci untuk mencegah kasus seperti ini.