Neoliberalisme pendidikan tinggi disinyalir tengah menggerogoti roh pendidikan melalui perubahan status kelembagaan.

Dari perspektif keagamaan, Pemilu 2024 adalah salah satu pesta demokrasi yang paling pragmatis, kapitalistis, ”sekuler”.

Tersubordinasinya parpol ke dalam politik kartel membuktikan kuatnya arus besar ekonomi pasar dan nalar industri global.

Jangan sampai demokrasi dimaknai sebagai tujuan akhir untuk meraih kemenangan atau kekuasaan belaka.

Mencermati betapa jauhnya kesenjangan antara demokrasi elektoral dan dimensi teleologis demokrasi itu sendiri, kita tak punya pilihan kecuali menguatkan politik nilai yang diterangi hati nurani dan akal budi yang sehat.

Penegakan hukum terhadap Pesantren Al-Zaytun menjadi salah satu indikator kunci dalam negara demokrasi. Di sisi lain kebebasan beragama juga menjadi indikator demokrasi yang harus dilindungi negara. Lalu apa solusinya ?

Vitalitas demokrasi harus mampu melahirkan indeks kehidupan warga yang lebih baik. Revitalisasi demokrasi penting digaungkan agar energi para elite politik tak hanya fokus pada upaya pemenangan pertarungan elektoral.

There is a simple question, but it is not easy to answer: how to explain the correlation between the strong role of religion on the one hand and the low quality of public life on the other hand?