Jika politik energi kita mewujud (hanya) menjadi politik energi yang populis, kita akan semakin kesulitan meningkatkan ketahanan energi kita sendiri.

Dengan seluruh kecanggihan teknologi yang ada, dunia hanya bisa mengurangi produksi emisi sebesar 2 gigaton per tahun.

”Lifting” minyak belum mencapai target. Indonesia masih mengimpor minyak. Ketahanan energi Indonesia menjadi taruhannya.

Tiga Capres menawarkan gagasan cukup menjanjikan keberagaman pemikiran-pendekatan di dalam isu terkait (sektor) energi.

Oversupply listrik yang terjadi di Pulau Jawa diharapkan tidak menghambat pengembangan PLTS. Optimalisasi penambahan PLTS bisa dilakukan daerah-daerah di luar Jawa. Revisi regulasi PLTS atap juga sedang dibahas.

Sejumlah permasalahan, termasuk aturan yang belum jelas dan memadai, membuat investor ragu berinvestasi dalam pembangunan energi baru dan terbarukan di Indonesia. Perlu UU EBT dan insentif untuk investor.

Energi baru dan terbarukan tidak hanya menjadi alternatif di tengah menipisnya energi fosil. Namun, hal itu berpotensi melahirkan ekonomi baru, khususnya Indonesia yang memiliki kekayaan energi terbarukan berlimpah.

Krisis ekonomi global membuat penanganan perubahan iklim dikebelakangkan. Padahal, ekonomi yang berkelanjutan sangat bergantung mitigasi dan adaptasi krisis iklim. Terkait itu, UN ESCAP mendorong perekonomian digital.