Energi Terbarukan
Efisiensi Energi Bisa Menjadi Awal Menuju Transisi Energi
Dengan seluruh kecanggihan teknologi yang ada, dunia hanya bisa mengurangi produksi emisi sebesar 2 gigaton per tahun.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F29%2F9ba40fdf-1f53-443f-a013-c9d328956a5d_jpg.jpg)
Suasana area Kluster 1 produksi pada Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lumut Balai milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis (29/2/2024). Unit 1 PLTP Lumut Balai, dengan kapasitas 55 megawatt (MW) mulai beroperasi komersial pada 2019. Adapun unit 2, juga berkapasitas 55 MW, ditargetkan beroperasi tahun ini.
Di tengah komitmen Indonesia mencapai emisi nol bersih pada 2060, semua pemangku kepentingan bisa mulai bergerak pada langkah sederhana berupa efisiensi energi ketimbang langsung melompat ke transisi energi. Sebab, untuk langsung berpindah menggunakan energi alternatif atau energi baru terbarukan memakan biaya yang lebih mahal.
”Menurut saya, langkah efisiensi energi itu menjadi salah satu kunci. Tapi kok jarang disebut ya? Paling tidak di Indonesia. Kebanyakan adalah ide untuk langsung lompat ke energi alternatif,” kata Professor of Emerging Markets di Dyson School of Applied Economics and Management Cornell University Iwan Jaya Azis dalam seminar bertajuk ”Strategi Percepatan Transisi Energi: Pendekatan Quick Win sebagai Solusi Praktis dalam Mewujudkan Pencapaian Target NDC 2030” di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Rabu (30/10/2024).