logo Kompas.id
Politik & HukumPekerjaan Rumah Pascaputusan...
Iklan

Pekerjaan Rumah Pascaputusan Guntur Hamzah

Terungkapnya pelaku pengubahan frasa pada putusan MK jadi pekerjaan rumah atau PR untuk menjaga integritas konstitusi. Hal itu termasuk menyiapkan prosedur yang standar saat hakim mengusulkan perubahan putusan.

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
· 0 menit baca
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (29/8/2020). Saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan Undang-undang Mahkamah Konstitusi. RUU tersebut merupakan revisi terhadap UU MK. Salah satu hal yang banyak mendapat sorotan dalam RUU MK adalah soal perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi hingga 15 tahun atau maksimal pensiun pada usia 70 tahun.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (29/8/2020). Saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas Rancangan Undang-undang Mahkamah Konstitusi. RUU tersebut merupakan revisi terhadap UU MK. Salah satu hal yang banyak mendapat sorotan dalam RUU MK adalah soal perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi hingga 15 tahun atau maksimal pensiun pada usia 70 tahun.

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK atas kasus pengubahan frasa di dalam putusan 103/PUU-XX/2022 yang dilakukan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah tanpa persetujuan dari hakim-hakim lainnya setidaknya mengungkap ”dapur” bagaimana sebuah perkara dikelola oleh Kepaniteraan MK. Putusan tersebut juga menguak banyaknya proses penanganan perkara yang belum memiliki regulasi yang standar.

Seperti diketahui, MKMK memutuskan bahwa Guntur Hamzah melanggar prinsip integritas dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi Sapta Karsa Hutama dan dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis. MKMK juga merekomendasikan agar Panitera MK Muhidin ”dibina” karena berkontribusi dalam kasus pengubahan frasa putusan tersebut.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan