Pelanggaran HAM Berat
Korban Pelanggaran HAM Berat Inginkan Pelurusan Sejarah
Bukan sekadar menghentikan stigma, pelurusan sejarah dibutuhkan untuk mengungkap kebenaran. Yang pada akhirnya adalah mengusut pelaku dan lakukan penegakan hukum.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F01%2F09%2F2bbfa0af-e6a7-4e3f-b03a-e61f95d92920_jpg.jpg)
Peserta aksi membawa payung bertuliskan berantas korupsi saat bersama Jaringan Solidaritas Korban untuk Kekerasan (JSKK) mengikuti aksi diam Kamisan ke-617 yang berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (9/1/2020). Aksi Kamisan yang menyuarakan keadilan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut telah memasuki tahun ke-13. Aksi Kamisan pertama kali berlangsung pada 18 Januari 2007.
JAKARTA, KOMPAS — Korban pelanggaran hak asasi manusia berat berharap pemerintah tidak berhenti pada pengakuan dan penyesalan terhadap 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Hal itu harus diikuti dengan mengungkap kebenaran sehingga bisa dilakukan pelurusan sejarah untuk memutus mata rantai stigmatisasi dan diskriminasi para korban.
Pengungkapan kebenaran itu pada akhirnya membuka pintu untuk mengusut pelaku dan melakukan penegakan hukum, mengidentifikasi korban serta memulihkan hak-hak korban. Selain itu juga untuk evaluasi dan reformasi kebijakan, hukum dan institusi, untuk mencegah berulangnya peristiwa serupa di masa mendatang,
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Korban Inginkan Pelurusan Sejarah".
Baca Epaper Kompas