Banyak guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar yang menjadi guru karena panggilan hati. Mereka berhak mendapatkan insentif yang layak.

Banyak siswa SMA di daerah 3T di NTT belum bisa membaca dan berhitung dengan lancar. Hal ini sebagai akibat dari minimnya ketersediaan guru dan fasilitas pendidikan di sana.

Sekolah-sekolah di pedalaman bertujuan mendekatkan pendidikan pada siswanya. Kegiatan belajar-mengajar bersifat adaptif menyesuaikan konteks kehidupan setempat.

Jalur pendidikan nonformal menyasar bagi komunitas pedalaman di Jambi. Penyelenggaraannya fleksibel dari segi kurikulum, waktu, ataupun tempat. Guru dan siswanya pun tak perlu berseragam.

Di tengah keterbatasan, guru SMA di garis batas negeri berperan besar membantu siswanya untuk melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Salah satu contohnya, guru-guru di SMAN 1 Krayan di perbatasan Kaltara-Malaysia.

Para guru di daerah tetinggal, terdepan, dan terluar yang minim dari sentuhan pelatihan dan informasi tetap berupaya keras menggelar pembelajaran bagi anak-anak didik mereka.

Kreativitas guru di pelosok Tasikmalaya, Jawa Barat, tidak ingin berpangku tangan pada keadaan. Mereka membuat pemancar televisi agar siswa tetap belajar saat pandemi Covid-19.

Beban berat dialami guru di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Mereka tidak saja dihadapkan pada beban rasio mengajar yang tidak ideal, tetapi juga beban minimnya fasilitas, termasuk kesejahteraan.