Anak Bajang Mengayun Bulan (Bagian 149)
Prabu Arjunasasrabahu tiba-tiba berpikir mengenai kuasa waktu. Siapa yang bisa memastikan orang jahat akan mati, kecuali waktu sendiri? Siapa yang bisa menjamin kebaikan tak akan mati, jika waktu menghendakinya mati?
Prabu Arjunasasrabahu terus terdiam dan merenung. Ia tertegun, begitu sayang Begawan Pulastya terhadap buyutnya, walau kedurhakaannya. Rasa sayangnya tak terbatasi oleh kedurhakaan buyutnya. Mengapa ia bisa demikian mempunyai belas kasih yang tak terbatasi itu? Mungkin itu justru karena ia mempunyai buyut Rahwana yang angkaramurka dan durhaka? Jika kedurhakaan itu tidak menjadi bagian dari miliknya, mungkin ia juga tidak mempunyai belas kasih sebesar itu. Sementara Raja Maespati itu berpikir, dia adalah raja yang berkuasa, dijunjung mulia, dan dianggap baik dan bijaksana. Ini membuat dirinya terjauhkan dari kejelekan, kedurhakaan, dan keangkaramurkaan. Semuanya yang jelek dan buruk bukanlah miliknya. Pantas bila ia sendiri tidak pernah merasakan betapa yang jelek dan buruk membutuhkan belas kasihnya. Kebaikan, kebijaksanaan, dan kemuliaannya seakan bukan tanah yang cocok, di mana belas kasih bisa tumbuh dengan subur. Adakah Rahwana yang jahat dan durhaka ini sengaja diberikan padanya, supaya ia sadar, bahwa ia bukanlah tanah yang kering dan tandus bagi belas kasih itu? Ia jadi mengira, dirinya tidak semulia, sebaik, dan sebijak seperti ia kira, justru karena tiadanya belas kasih itu padanya.
Ikuti Cerita Bersambung di Rubrik Sastra: