logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊRKUHP, antara Legasi dan...
Iklan

RKUHP, antara Legasi dan Ancaman Kemunduran Demokrasi

Paradigma yang ingin dibangun dalam KUHP baru adalah dekolonialisasi. Namun, masyarakat sipil menilai, sejumlah ketentuan dalam KUHP masih setengah kolonial.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
Β· 1 menit baca
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berunjuk rasa, Senin (16/9/2019), di depan gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka menolak pengesahan RKUHP.
KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi berunjuk rasa, Senin (16/9/2019), di depan gerbang DPR, Senayan, Jakarta. Mereka menolak pengesahan RKUHP.

Kelegaan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat setelah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana disahkan pada Selasa (6/12/2022) berbanding terbalik dengan keresahan yang dirasakan masyarakat. Tidak sedikit masyarakat khawatir KUHP karya anak negeri itu justru akan menggerus kualitas demokrasi.

KUHP yang selama ini digunakan adalah warisan pemerintah kolonial Belanda. Keinginan untuk mengubah KUHP muncul sejak 1963, tetapi baru mulai dibahas pada 2015. Ada keinginan yang kuat agar Indonesia memiliki KUHP sendiri yang selaras dengan Pancasila dan konstitusi. Para begawan hukum, bahkan sebagian sudah meninggal, menjadi tim ahli dalam penyusunan Rancangan KUHP (RKUHP).

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan