PENANGANAN PANDEMI COVID-19
Publik Minta Pemerintah Transparan Terkait Kebijakan Tes PCR
Aturan tes PCR sebagai syarat perjalanan yang berubah-ubah tak hanya dipertanyakan, tetapi juga menimbulkan kecurigaan publik. Aparat penegak hukum diminta untuk menelusuri potensi penyelewengan pada kebijakan tersebut.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F10%2Facd59a6f-355d-44cf-8b7e-51b328438405_jpg.jpg)
Papan petunjuk layanan tanpa turun (drive-thru) tes usap di Jalan Blora, Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Presiden Joko Widodo meminta agar biaya tes PCR diturunkan menjadi Rp 300.000. Kewajiban tes PCR bagi pelaku perjalanan yang ditetapkan pemerintah memunculkan polemik. Sejumlah kalangan menilai kebijakan tersebut memberatkan meski di sisi lain kebijakan tersebut sebagai cara untuk mencegah penularan Covid-19 di tengah mobilitas warga yang tinggi.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan transparan dan bersedia menjelaskan kepada publik terkait dengan aturan kewajiban tes usap reaksi berantai polimerase (PCR). Aturan yang berubah-ubah menimbulkan spekulasi adanya konflik kepentingan di balik kebijakan tersebut.
Pemerintah beberapa kali mengubah aturan terkait PCR, seperti harga sampai dengan penggunaannya dalam perjalanan udara dan darat. Bahkan, kewajiban PCR untuk perjalanan darat minimal 250 kilometer atau waktu tempuh empat jam dari dan ke Pulau Jawa-Bali, misalnya, berubah hanya dalam hitungan hari. Setelah mendapat kritik, ketentuan itu diganti dengan kewajiban tes antigen untuk perjalanan darat tanpa batasan jarak.