KORUPSI PENEGAK HUKUM
Putusan Ringan Pinangki, Komitmen dan Sensitivitas Hakim Dipertanyakan
Pemangkasan hukuman Jaksa Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dinilai berlebihan. Putusan itu menunjukkan korupsi tak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F8cc3abe0-a73f-4108-9c8e-56e7c5af9655_jpg.jpg)
Bekas Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Pinangki Sirna Malasari kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (4/11/2020). Agenda persidangan hari itu adalah pemeriksaan sejumlah saksi. Pinangki diduga menerima hadiah sebesar 500.000 dollar AS atau Rp 7 milliar dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra.
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memangkas hukuman terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dinilai menunjukkan tidak adanya sensitivitas dalam melihat kecenderungan penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Semestinya, penegak hukum yang menyelewengkan jabatan ataupun korupsi diberi hukuman yang dapat memberikan efek jera.
Sebelumnya dalam putusan banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memangkas vonis hukuman terhadap Pinangki, dari 10 tahun menjadi empat tahun penjara. Ini dinilai membuat pemberantasan korupsi jadi mengkhawatirkan. Terlebih, saat terlibat dalam perkara itu, Pinangki berprofesi sebagai jaksa dan menjabat Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.