logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊDPR Kaji Putusan MK soal...
Iklan

DPR Kaji Putusan MK soal Keserentakan Pemilu

Mahkamah Konstitusi menyatakan, pemilu lima kotak bukan satu-satunya model pemilu serentak yang konstitusional. Ada lima model lain yang dapat dipilih. Pemilihan model itu diserahkan ke pembuat UU.

Oleh
Rini Kustiasih, Dian Dewi Purnamasari, dan Ingki Rinaldi
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/knvrOfaVBBqh0W3kpwo4rt_KqKE=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F02%2F4491f4a5-b00d-454c-9128-4d7fa5200b71_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Pilkada) di Gedung MK Jakarta, Rabu (26/2/2019). MK menolak seluruh permohonan yang disampaikan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu, terkait pemisahan pemilihan umum (pemilu) antara nasional (Pilpres, Pileg DPR dan DPD) dan lokal (kepala daerah dan DPRD). MK menegaskan tidak berwenang menentukan model pemilu serentak dari sejumlah pilihan yang ada. MK menyerahkan penentuan model pemilu kepada pembentuk Undang-Undang, yaitu pemerintah dan DPR RI.

JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Konstitusi menyatakan pengaturan keserentakan pemilu yang diminta oleh pemohon dalam pengujian konstitusionalitas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan wilayah pembentuk UU untuk memutuskannya. Namun, untuk mengatur hal itu, MK menegaskan ada enam pilihan model keserentakan pemilu yang dinilai konstitusional.

MK membacakan putusan uji materi yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini selaku direktur eksekutifnya. Pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 167 Ayat (3) dan Pasal 347 Ayat (1)  UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta Pasal 3 Ayat (1), Pasal 201 Ayat (7), dan Pasal 201 Ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Sidang putusan itu dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Rabu (26/2/2020) di Jakarta.

Editor:
susanarita
Bagikan