logo Kompas.id
OpiniMenanggapi Bivitri
Iklan

Menanggapi Bivitri

Perlu evaluasi serius terhadap pembentukan undang-undang. Apalagi waktu DPR dan presiden tinggal dua tahun lagi. Padahal, mendekati tahun politik 2024, partai-partai politik akan disibukkan agenda pemenangan pemilu.

Oleh
Muhammad Naufal
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/pR73xrA4no1dFyT62k3NMshlNYI=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2F273aba9c-fa84-4907-8839-ab6cb907d757_jpg.jpg
Kompas/Priyombodo

Instalasi pakaian kekerasan seksual menghiasi pagar Gedung DPR, Jakarta, saat berlangsung unjuk rasa memperingati Hari Ibu, Rabu (22/12/2021). Pengunjuk rasa dari berbagai aliansi perempuan ini menuntut pengesahan terhadap Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Menarik menanggapi tulisan Ibu Bivitri Susanti (Kompas, 6/1/2022) berjudul ”Legislasi untuk Siapa”. Kita harus sadar betul bahwa proses legislasi kita sedang tidak baik-baik saja. Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 sebanyak 221 RUU baru 10 rampung.

Tidak sedikit pula legislasi yang disahkan justru berseberangan dengan kehendak rakyat. Contohnya UU KPK dan Omnibus Law. Legislasi yang mendesak malah mandek prosesnya. Bahkan, RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) masih diwarnai perdebatan alot antara DPR dan pemerintah terkait lembaga otoritas data, padahal kebobolan data pribadi terus terjadi.

Editor:
Agnes Aristiarini
Bagikan