Nelayan lokal di Maluku kembali terimpit dominasi korporasi perikanan yang terus mengeruk ikan di perairan Maluku.

Ribuan nelayan di Provinsi Papua mengalami penurunan pendapatan sangat drastis di tengah pandemi Covid-19. Mereka terpuruk dalam kemiskinan dan belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Sepanjang 2020, warga di gugusan Pulau Tujuh menanggung keprihatinan yang sama. Periuk nasi mereka diporakporandakan kapal pukat dari luar ataupun dalam negeri.

Indikator kesejahteraan nelayan kian membaik setelah pembatasan sosial ketat selama pandemi menurunkan pendapatan dan daya beli mereka. Namun, peningkatan kesejahteraan dibayangi kebijakan yang tidak memihak.

Nelayan tradisional masih berharap pemerintah berpihak kepada mereka dengan melarang alat tangkap merusak lingkungan, termasuk cantrang yang kini kembali marak digunakan.

Berdasarkan Pasal 56 UNCLOS, Indonesia berdaulat untuk mengelola sumber daya kelautan, baik yang hidup maupun yang tidak hidup, di ZEE

Kondisi nelayan di Papua bagaikan pepatah tikus mati di lumbung padi. Banyak nelayan yang tidak melaut di tengah pandemi Covid-19, padahal potensi ikan berlimpah.

Pengembangan bisnis perikanan yang berkelanjutan terus didorong. Namun, koordinasi pemerintah pusat dan daerah yang masih lemah dikhawatirkan menyebabkan nelayan kecil ditinggalkan.