Generasi Z dikenal mengutamakan keseimbangan hidup, kesehatan mental, dan pengembangan diri. Hal ini memengaruhi pola relasi romantis yang mereka jalani.

Untuk romansa, gen Z memilih di area abu-abu, hubungan yang memberi kenyamanan ala pacaran tetapi tanpa ikatan.

Hubungan toksik tidak memberikan manfaat positif bagi kita. Meski demikian, sering kita sulit keluar dari hubungan itu.

Untuk urusan pacaran, Gen Z tak mau susah-susah. Proses simpel, transparan, dan tulus itu saja yang diinginkan.

Perasaan patah hati tidak perlu diratapi hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Meskipun tidak mudah, bangkit dari depresi akibat patah hati bukan berarti sesuatu yang mustahil.

Kerentanan perkawinan anak bukan isapan jempol belaka. Dari segi sosial, pernikahan anak tak henti-hentinya menimbulkan persoalan besar.

Aplikasi kencan memungkinkan orang mendapatkan pasangan. Di sisi lain, tak semua niat baik bisa terpenuhi dari aplikasi ini. Seperti membeli kucing dalam karung, kita tak pernah tahu seperti apa orang yang akan ditemui.

Kekerasan dalam pacaran biasanya akan terjadi secara berulang dan terus meningkat kefatalannya. Hal ini biasanya berawal dari perdebatan. Lama kelamaan, pelaku akan menjadi semakin emosi dan akhirnya melakukan kekerasan.