Ikan mujair yang didatangkan ke Merauke telah menggeser ikan-ikan lokal. Di sisi lain, ikan pendatang ini kini yang menghidupi orang Marind Anim.

Kampung Bokem menjadi salah satu contoh kawasan yang berhasil mengembangkan tanam hingga panen padi dengan hasil memuaskan di Merauke.

Hasil ikan rawa dan sungai menjadi benteng terakhir bagi orang Marind-Anim untuk memenuhi gizi, setelah binatang buruan semakin langka karena hutan yang menyusut. Namun, sistem perairan mereka pun mulai tercemar.

Sungai Kumbe dan Rawa Yakau menyediakan ikan yang melimpah bagi warga yang hidup di Kampung Baad, Distrik Animha, Merauke, Papua. Warga khawatir limbah pabrik pengolahan kelapa sawit di hulu akan mencemarinya.

Aktivitas warga Suku Marind-anim yang hidup di bivak dengan mengumpulkan ranting dan dahan yang biasa disebut leles. Sebagian hutan di Zanegi telah bersalin rupa menjadi hutan industri, khususnya akasia dan eucalyptus.

Warga Kampung Mbilanggo menolak hutan dibuka untuk kebun sawit. Tak jauh dari Mbilanggo, warga Kampung Andaito juga mengeluhkan bau busuk dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang hanya berjarak satukilometer dari hunian.

Ketidakberdayaan penduduk lokal untuk memenuhi asupan gizi, diperparah dengan gelontoran aneka bahan makanan instan, melengkapi derita mereka sebagai obyek dari gastrokolonialisme.

Hutan yang ditebang perusahaan memaksa orang Marind Anim di Kampung Zanegi itu kini menjadi pemulung di tanah ulayatnya sendiri.