Bukan saja di masa pandemi, di luar era wabah pun, wacana tentang alutsista bukan wacana arus utama. Lazimnya wacana ini muncul ke permukaan manakala terjadi musibah dan ada pembelian alutsista baru.

Anggaran pertahanan masih belum ideal dari sisi nominal dan dari sisi proporsi alokasi belanja modernisasi alutsista. Di tengah keterbatasan itu diperlukan konsistensi kebijakan, penganggaran, dan penggunaan anggaran.

Badan tekan kapal dan seluruh awak di KRI Nanggala-402 belum ditemukan.

Beroperasi di bawah laut membuat kapal selam lebih sulit dideteksi dan hal itu menjadi unsur penggentarnya. Berbeda dengan kapal permukaan yang membutuhkan jumlah sebagai unsur penggentar.

Pemerintah China menyiapkan tiga kapal ”salvage” untuk membantu evakuasi kapal selam KRI Nanggala-402 dari perairan Bali. Pengerahan ketiga kapal itu sebagai bantuan kemanusiaan dari Pemerintah China kepada Indonesia.

Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Nanggala-402 mengalami musibah tenggelam di perairan utara Bali dan 53 awak kapalnya dinyatakan gugur. Di masa lalu, Indonesia pernah memiliki 12 kapal selam dan menjadi armada angkatan laut yang disegani.

Tanpa kehadiran sosok sang ayah, kehidupan yang dijalani anak-anak prajurit KRI Nanggala-402 di kemudian hari tak akan mudah. Mereka butuh dukungan dari sejumlah pihak guna menata masa depan.

Musibah seperti tenggelamnya KRI Nanggala-402 jadi momentum untuk melakukan audit menyeluruh terhadap alat utama sistem persenjataan TNI. Anggaran yang memadai dibutuhkan untuk peremajaan dan perawatan persenjataan itu.