Kaum beragama, khususnya para pemuka agama, berada di garis depan dalam membangun budaya toleransi.

Akhir-akhir ini, jabatan guru besar dibicarakan, bukan karena perannya, melainkan karena persoalannya.

Dalam lanskap teknologi media digital yang berubah dengan cepat sering muncul dua kelompok: kaum Luddit dan Teknofilia.

Sebagian sejarah demonstrasi di Indonesia dilumuri ingatan konflik, kekerasan, darah, dan tragedi.

Perguruan tinggi bukan kapal keruk. Sejatinya lebih seperti kapal paray, yang mengantar banyak penumpang menuju tujuan dengan biaya terjangkau. Tanggung jawab pendidikan memang bukan hanya pada pemerintah.

Era digital dan AI merevolusi budaya jurnalisme. Apakah kemajuan teknologi ini bisa mengubah insan ruang redaksi menjadi seperti mesin pabrik perakit viral, memperburuk kondisi kerja redaksi dan kualitas jurnalisme?

Ingar bingar belakangan ini sudah mewujud kegilaan massal sejalan dengan banyaknya pembeli tiket yang frustrasi. Mereka cemas harus ikut bertempur, tapi frustrasi saat tak mendapatkan tiket sehingga amat rawan diperdaya.

It is time for a culture of the elite apologizing to the underprivileged and proving themselves in better policies oriented towards justice!