Partokrasi telah memaksa orang menerima kehadiran figur dan elite baru di pemerintahan yang tak mewakili mereka.

Kita masih gagap membedakan antara kebebasan berekspresi dan persekusi. Ruang publik kita penuh dan ramai dengan ujaran kebencian, agitasi, dan narasi-narasi yang tendensius mengarah pada perpecahan.

Munculnya kembali wacana pilkada tidak langsung menuai kritik. Sistem tidak langsung dinilai hanya untungkan elite. Sistem itu juga tak bisa mengatasi problem korupsi.

Politik selalu berkemelut, karena sejatinya tempat beragam kepentingan bertemu. Namun, membiarkan politik terjebak tempat kebencian terus-menerus, tentu mustahil menghadirkan politik sebagai medium kemaslahatan bersama.