Anak Bajang Mengayun Bulan (156-Selesai)
Tempat ini sungguh Jatisrana yang ia rindukan. Tapi lain dengan Jatisrana di mana dulu dia hidup, di tempat ini tak perlu didera oleh cita-cita. Ia takkan tertipu lagi oleh hasratnya yang membawa dia pada sia-sia.
Sukrosono melihat, di tempat itu ada binatang-binatang yang dulu menemani dia di hutan Jatirasa. Singa, ular, badak, babi hutan, kera-kera berlari-larian di sana. Ia seperti berada lagi bersama mereka, seperti dulu di Jatirasa. Ia bermain-main bersama mereka. Mandi bersama mereka di telaga yang ada di sana. Dikenalnya kembali satu per satu ikan yang berenang-renang di dalamnya. Waktu seakan tiada lagi. Ia bersenang-senang sepanjang hari. Ia bahkan berjumpa lagi dengan macan yang menyusuinya bagaikan seorang ibu. Ia merasa bahagia di sana. Sama dengan ketika ia berada di Jatirasa dan belum mengenal dunia. Hanya, ada bedanya pula. Di Jatirasa, ia merasakan kesendirian dan kesepian di tengah binatang-binatang dan keramaian hutan yang menemani. Tapi di tempat baru di seberang sana itu ia merasa kesepian itu sudah tiada. Bahkan ia tidak melihat sama sekali tempat ia diletakkan sendirian, ketika ia dibuang di malam hari di tepi hutan Jatirasa. Tempat baru itu seperti Jatirasa, hanya bedanya di sana kesepian dan kesedihan sudah tiada.
Sumantri juga merasa mengenal tempat itu. Di sana tumbuh pelbagai pohon buah-buahan yang dulu sering dipetiknya. Buah manggis, mangga, durian, duwet, kepundung, jambu, dan lain-lainnya. Sungai jernih mengalir, dan ia teringat, di sana ia sering bermain. Ada juga pematang-pematang, tempat ia berlompat-lompatan. Burung-burung kuntul beterbangan. Dan angkasanya kekuning-kuningan dengan sayap burung kepodang. Teringatlah ia akan saat di mana ia menyanyikan lagu Lihatlah itu burung kepodang, sambil mengelus-elus adiknya yang tertidur nyenyak di pangkuan. Pohon-pohon bambu berderit-derit ditiup angin. Dan didengarnya gemercik air. Ia mengenal suara itu, dan dilihatnya di sana pancuran buluh bambu, di mana ia ber jumpa pertama kali dengan adiknya. Saat yang amat membahagiakannya. Saat itu hilang dan sekarang datang kembali. Ya, ia merasa semua itu seperti pernah dialaminya ketika ia dulu hidup dengan bahagia di Jatisrana. Tempat yang dilihatnya setelah ia mati ini sungguh seperti Jatisrana. Tak heran, bila menjelang kematiannya, ia selalu mengatakan pada dirinya, ia sungguh rindu untuk pulang ke Jatisrana. Kerinduannya telah menjadi kenyataan. Tempat ini sungguh Jatisrana yang ia rindukan. Tapi lain dengan Jatisrana di mana dulu dia hidup, di tempat ini tak perlu didera oleh cita-cita. Ia takkan tertipu lagi oleh hasratnya yang membawa dia pada sia-sia.