logo Kompas.id
SastraAnak Bajang Mengayun Bulan...
Iklan

Anak Bajang Mengayun Bulan (Bagian 130)

Sumantri lupa, bukan karena panah Cakrabaskara adiknya mati, tapi karena cinta yang dikhianatinya. Ia tak sadar, kesaktian pun punah, ketika cinta tak mendapat balasannya.

Oleh
Sindhunata
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/jbSz-MnNpoJpWucNERd9JVd-fMU=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F01%2F26%2F1e96ac6a-f70c-4f23-8ceb-1dfb08bdf2c6_jpg.jpg

Sumantri tak merasakan apa yang dirasakan adiknya itu. Ia malah segera teringat, ia sedang meninggalkan Dewi Citrawati sendirian di telaga. Bagaimana jika cepat-cepat Dewi Citrawati menyusulnya dan melihat apa yang sedang terjadi di semak-semak ini? Ia tiba-tiba berpikir, tak ingin lagi ia kehilangan kesempatan untuk berdua bersama Dewi Citrawati.

”Sukrosono, turutilah perintahku. Atau…,” kata Sumantri, sambil mengambil gandewa panah Cakrabaskara yang selalu ada di punggungnya. Dipasangkannya anak panah pusaka pemberian ayahnya. Dan ia mengarahkan anak panah itu ke adiknya. Tak tahulah, dari mana tiba-tiba ia berkehendak demikian. Pasti, ia sedang berada dalam kekalutan hati. Tanpa disadarinya, kekalutan itu telah membangkitkan nafsu amarahnya, yang bisa mengancam dan menyerang siapa saja, juga kepada adiknya yang tercinta.

Editor:
MARCELLUS HERNOWO
Bagikan