logo Kompas.id
Politik & HukumPublik Marah dengan Revisi UU ...
Iklan

Publik Marah dengan Revisi UU Pilkada: ”Kami Dianggap Bodoh”

Ada standar ganda yang diberlakukan oleh parpol di parlemen dalam menindaklanjuti putusan MK.

Oleh
IQBAL BASYARI
· 0 menit baca
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) menyerahkan pandangan pemerintan terkait revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kepada Wakil Ketua Badan Legislasi Achmad Baidowi (tengah) disaksikan Wakil Ketua Baleg Abdul Wahid (dua dari kanan) dan Ketua Baleg Wihadi Wiyanto (kiri) di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (21/8/2024).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) menyerahkan pandangan pemerintan terkait revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada kepada Wakil Ketua Badan Legislasi Achmad Baidowi (tengah) disaksikan Wakil Ketua Baleg Abdul Wahid (dua dari kanan) dan Ketua Baleg Wihadi Wiyanto (kiri) di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Manuver cepat yang dilakukan DPR dan Pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah pasca-putusan Mahkamah Konstitusi menuai reaksi keras dari publik. Berbagai elemen masyarakat di sejumlah daerah menggelar demonstrasi untuk menolak revisi RUU Pilkada yang akan disahkan di Rapat Paripurna DPR, Kamis (22/8/2024).

Penolakan itu tak lepas dari intrik yang dilakukan legislatif dan eksekutif yang ingin menghidupkan kembali ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah yang diatur di Pasal 40 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Padahal, ambang batas pencalonan sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara sah dari parpol pemilik kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/8/2024).

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan