logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊMenelisik Operasi Politik di...
Iklan

Menelisik Operasi Politik di Balik Wacana Penundaan Pemilu

Putusan PN Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 diduga tak muncul begitu saja. Sejumlah pihak mengendus ada indikasi operasi politik di baliknya.

Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
Β· 0 menit baca
Spanduk ketidaksetujuan atas penundaan pemilu terlihat di kawasan Mampang, Jakarta, Jumat (11/9/2022). Masyarakat sipil dan elite politik tetap harus mengawal Pemilu 2024 bisa berlangsung sesuai rencana. Sebab, pemilu periodik merupakan amanat konstitusi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Spanduk ketidaksetujuan atas penundaan pemilu terlihat di kawasan Mampang, Jakarta, Jumat (11/9/2022). Masyarakat sipil dan elite politik tetap harus mengawal Pemilu 2024 bisa berlangsung sesuai rencana. Sebab, pemilu periodik merupakan amanat konstitusi.

Awal Maret 2023, tepat setahun setelah digulirkan secara bergantian oleh para elite politik, wacana penundaan Pemilu 2024 belum juga tenggelam. Dimulai dari pernyataan individual, mobilisasi massa, kini isu tersebut juga merambah ke putusan peradilan. Sejumlah pihak melihat, ini tidak terjadi secara kebetulan dan mengendus indikasi adanya operasi khusus di balik isu tersebut.

Wacana penundaan Pemilu 2024 kembali mengemuka ketika Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengeluarkan putusan yang mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait tidak lolosnya partai politik (parpol) tersebut sebagai peserta pemilu. Salah satu amar putusannya adalah KPU terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum sehingga majelis hakim memerintahkan lembaga penyelenggara pemilu tersebut untuk tidak menyelenggarakan sisa tahapan Pemilu 2024 sejak putusan dibacakan, 2 Maret 2023. Putusan juga memerintahkan KPU agar melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan