logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊCaleg Perempuan Menembus...
Iklan

Caleg Perempuan Menembus Legislatif, antara Militansi dan Privilese

Di tengah kuatnya budaya patriarki dan sistem pemilu proporsional terbuka, posisi caleg perempuan menjadi lemah. Lalu, bagaimana strategi para caleg perempuan untuk menembus lembaga legislatif?

Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
Β· 1 menit baca
Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan & Politik berunjuk rasa menolak peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang keterwakilan perempuan dalam partai, di depan Kantor KPU, Jakarta, Senin (1/4/2013).
ANTARA/YUDHI MAHATMA

Aktivis yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan & Politik berunjuk rasa menolak peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013 tentang keterwakilan perempuan dalam partai, di depan Kantor KPU, Jakarta, Senin (1/4/2013).

  • Kuatnya budaya patriarki ditambah lagi dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka membuat posisi caleg perempuan menjadi lemah.
  • Sebagian caleg perempuan memanfaatkan modal kapital dan privilese, seperti jejaring kekerabatan yang dimiliki, untuk berkontestasi.
  • Caleg perempuan yang tak punya modal kapital memupuk simpati dengan berupaya selalu hadir di tengah masyarakat.

Jelang sore di awal Desember 2018, sekelompok warga paruh baya asyik bercengkrama di salah satu sudut wilayah Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Meski pembicaraan terkesan tak serius, mereka terlihat waspada dan enggan begitu saja mengizinkan orang lain bergabung ke lingkaran tersebut. Tidak terkecuali ketika Eneng Malianasari tiba, lalu memperkenalkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan