logo Kompas.id
Politik & HukumRevisi UU PPP Bukan ”Jalan...
Iklan

Revisi UU PPP Bukan ”Jalan Tol” untuk Legitimasi Omnibus Law

DPR menargetkan pembahasan revisi kedua Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan atau PPP rampung 14 April. Karena itu, pembahasan RUU PPP terus dikebut.

Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
· 1 menit baca
Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas dan pimpinan Baleg, termasuk Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willya Aditya, memimpin Rapat Pleno Pengambilan Keputusan atas Hasil Pembahasan RUU TPKS, Rabu (6/4/2022).
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Supratman Andi Agtas dan pimpinan Baleg, termasuk Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willya Aditya, memimpin Rapat Pleno Pengambilan Keputusan atas Hasil Pembahasan RUU TPKS, Rabu (6/4/2022).

JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat diminta tidak terburu-buru dalam membahas perubahan kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Revisi itu semestinya dijadikan momentum untuk memperbaiki regulasi, tidak hanya untuk melegitimasi penggunaan metode omnibus dan menjustifikasi preseden negatif dalam proses pembentukan perundang-undangan.

Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menargetkan penyelesaian revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) sebelum Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022 berakhir, 14 April 2022. Untuk itu, DPR dan pemerintah sepakat untuk menggelar rapat secara maraton pada Sabtu (9/4/2022) hingga Minggu (10/4/2022).

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan