logo Kompas.id
โ€บ
Politik & Hukumโ€บUbah Paradigma Penanganan...
Iklan

Ubah Paradigma Penanganan Politik Uang

Paradigma penegakan hukum politik uang di pemilu harus lebih berani. Pendekatan Mahkamah Konstitusi, salah satunya, dituntut progresif dalam menangani perkara sengketa hasil pilkada dengan dalil pelanggaran politik uang.

Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/nojBEKixrVl0f-XPvU99lVN-XaY=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F06d2c42c-1904-4b05-a581-c9ac059a6ff7_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Spanduk ajakan untuk menolak praktik politik uang dalam Pilkada 2020 terpasang di Jalan Jombang Astek, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (7/12/2020).

JAKARTA, KOMPAS โ€” Mahkamah Konstitusi dan Badan Pengawas Pemilu memiliki perbedaan indikator dalam menangani pelanggaran politik uang. MK mengacu pada seberapa besar praktik tersebut mampu memengaruhi pilihan pemilih dan memengaruhi hasil rekapitulasi suara. Sementara Bawaslu menilai, pembuktian politik uang cukup melalui peristiwa pemberian uang atau menjanjikan uang.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan, dalam diskusi virtual bertajuk โ€Refleksi Perselisihan Hasil Pilkada 2020โ€, Selasa (6/4/2021), mengatakan, jika berpegang pada prinsip pemilu atau pilkada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil), perbedaan pendekatan itu tidak akan terjadi.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan