logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊBanyak Gugatan Pilkada di MK, ...
Iklan

Banyak Gugatan Pilkada di MK, KPU: Bentuk Kematangan Demokrasi

Banyaknya permohonan sengketa hasil Pilkada 2020 di MK dimaknai sebagai bentuk kematangan demokrasi lokal. Sebab, aktor-aktor politik lokal lebih memilih jalur hukum untuk menyalurkan ketidakpuasan atas hasil pilkada.

Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/0aufr0_MPJBT2VSEDr-CXE9RsEc=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2F50d198d4-4e8c-46ae-a987-f55161105630_jpg.jpg
Kompas/Heru Sri Kumoro

Suasana penerimaan perbaikan permohonan sengketa perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (4/1/2021).

JAKARTA, KOMPAS β€” Proses demokrasi dalam pemilihan kepala daerah dinilai semakin matang. Baik kontestan maupun pemantau memercayakan pengadilan untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Bahkan, di daerah yang diikuti pasangan calon tunggal, tetap muncul permohonan sengketa hasil pilkada dari pemantau pemilu.

Hasil kajian awal Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe) Inisiatif, ada 136 permohonan sengketa hasil pilkada yang masuk ke Mahkamah Konstitusi. Artinya, sebanyak 42,9 persen dari total 270 daerah yang mengadakan pilkada serentak 2020 mengajukan sengketa perselisihan. Permohonan sengketa hasil pilkada paling banyak berasal dari pemilihan bupati, yaitu 115 permohonan, 14 permohonan dari pemilihan wali kota, dan 7 permohonan dari pemilihan gubernur.

Editor:
Antonius Ponco Anggoro
Bagikan