logo Kompas.id
OpiniMerawat Demokrasi
Iklan

Analisis Politik

Merawat Demokrasi

Jika NU dan Muhammadiyah dapat kita anggap sebagai representasi umat Islam di Indonesia, kita bisa mengatakan bahwa corak sosialitas yang berkembang di tubuh umat saat ini cukup kondusif bagi tegaknya demokrasi.

Oleh
ULIL ABSHAR-ABDALLA
· 0 menit baca
https://assetd.kompas.id/kolZHXS8WUd10rEU7WaWp7b6FoA=/1024x575/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F12%2F28%2F607e0372-1fd7-4dfb-8aeb-2c1eba67d422_jpg.jpg

Dalam beberapa tahun terakhir ini, sejumlah ahli mengungkapkan kecemasan tentang sebuah ”gejala global” yang mereka sebut democratic backsliding, kemunduran demokrasi. Demokrasi mengalami momentum musim semi dan ekspansi sejak berakhirnya Perang Dingin pada akhir tahun 1980-an untuk kemudian mengalami stagnasi secara global sejak pertengahan 2000-an. Gejala kemunduran ini, sebagaimana diulas oleh Rizal Sukma di kolom ini (Kompas, 22/12/2022), juga terjadi di Tanah Air.

Saya tidak akan mengulas tema itu di kolom ini. Apa yang ingin saya kemukakan di sini justru upaya-upaya untuk merawat demokrasi yang dilakukan oleh pelbagai pihak di Indonesia, terutama oleh kalangan umat Islam. Salah satu pertanyaan yang sering diperdebatkan dalam dua dekade terakhir ini, terutama di kalangan masyarakat Barat, adalah: apakah Islam compatible atau sesuai dengan demokrasi?

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Merawat Demokrasi".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.