Koran Bekas Hari Ini dengan Berita Basi
Pergeseran telah mengingkari sejarah panjang kelahiran media bernama koran di Tanah Air. Ia tidak lagi berada satu barisan dengan rakyat, tetapi mengelompok ke dalam labirin kekuasaan.
Jika saya kebetulan tidak di rumah selama beberapa hari, koran di meja tetap terlipat rapi. Mbak Narti, asisten rumah tangga kami, selalu menumpuknya satu per satu berdasarkan hari pengantarannya. Ia tahu, jika kemudian saya kembali dari sebuah kota, hal pertama yang saya tanyakan: apakah koran tetap diantar? Sebab, dalam sepekan, loper koran kami selalu punya hari ”bolong”, di mana koran tidak diantar. Urutan harinya tiba-tiba ada yang melompat. Tak ada jaminan, koran dengan hari yang ”hilang” dalam tumpukan itu akan dilengkapi di kemudian hari.
Jika kebetulan ketemu di pagi hari dan saya tanyakan perihal mengapa kemarin ia tidak mengantar koran, dengan rileks Pak Loper berkata, ”Masih mau baca koran kemaren, Pak? Kan udah bekas!” Jawaban yang mengejutkan dan sebenarnya tidak profesional dari sisi pelayanan terhadap konsumen. Kalau saya berpikir hanya pada persoalan harga, di mana seharusnya saya menerima sesuai dengan apa yang dibayarkan, tentu perilaku loper semacam ini harus ”diprotes”.