Mafia, Negara, dan Rakyat
Praktik dan jaringan mafia yang terungkap ke ruang publik sebenarnya hanyalah percikan kecil dari kondisi darurat negara republik ini yang berada dalam kepungan mafia selama bertahun-tahun.
Indonesia didirikan oleh ibu dan bapak pendiri bangsa sebagai negara kesatuan berbentuk republik. Dalam republik, negara bertindak sepenuhnya untuk kepentingan publik. Namun, kemunculan mafia telah merobek-robek cita-cita mulia pendirian negara republik ini sehingga kepentingan publik, terutama kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, terabaikan dari tujuan penyelenggaraan negara.
Republik untuk kepentingan publik ini dikepung oleh jaringan mafia yang beroperasi di hampir semua lini penyelenggaraan negara. Nomenklatur dan praktik mafia telah menjadi bagian inheren dari penyelenggaraan kehidupan bernegara, mulai dari mafia anggaran, pajak, tanah, tambang, batubara, minyak, beras, gula, daging, alat kesehatan, bantuan sosial, hingga mafia peradilan dan hukum. Hampir tiada ruang dalam penyelenggaraan negara yang terbebas dari praktik dan jaringan kejahatan mafia. Mafia peradilan menjadi representasi terburuk dari praktik dan jaringan kejahatan mafia yang begitu sistematik dan terinstitusionalisasikan dalam negara karena ”sebagian besar suap dibayarkan sebagai bagian dari jaringan kompleks pengaturan yang terorganisasi dengan baik, yang melibatkan sejumlah pelaku yang korup, bukan hanya segelintir individu yang nakal” (Assegaf 2002; Butt dan Lindsey, 2010).