Mabuk Kekuasaan Merusak Kemandirian Yudikatif
Apa yang dilakukan DPR terhadap hakim konstitusi Aswanto adalah sebuah bentuk dibungkamnya lembaga negara pengawas kekuasaan secara telanjang.
Benar kata orang bijak, kekuasaan bisa begitu memabukkan, bukan hanya dalam arti membuat ketagihan, tetapi juga membuat pemegang kekuasaan bisa bertindak di luar akal sehat; menabrak segala norma, aturan, dan kepatutan. Itulah yang sekarang sedang kita lihat pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang tengah menabrak aturan main yang dibuatnya sendiri, bahkan konstitusi dan etik, saat secara tiba-tiba menggantikan hakim konstitusi Aswanto dengan calon yang dipersiapkan diam-diam dan secara tidak patut.
Kondisi mabuk kali ini disebabkan oleh kekuasaan yang besar, yang selama empat tahun ini hampir tanpa kontrol. Begitu banyak undang-undang yang dihasilkan oleh DPR dan pemerintah, yang lolos hampir tanpa kritik yang berarti. Sebut saja misalnya revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, revisi UU Mineral dan Batubara, UU Cipta Kerja, UU Ibukota Negara, dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Kalaupun ada kritik yang berarti dari luar, pengkritik akan dihantam dengan keras, seperti yang terjadi dengan gerakan #reformasidikorupsi, yang bahkan berujung pada kematian lima mahasiswa dan pelajar serta kekerasan pada ratusan demonstran.