Matinya Ruang Partisipasi dalam Sistem Legislasi
Produk peraturan perundang-undangan yang mengesampingkan partisipasi masyarakat, artinya telah melanggar kontrak sosial, demokrasi dan kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, dan negara hukum.
Dalam suatu konferensi negara hukum di Jakarta pada 9-10 Oktober 2012, ada sejumlah hasil terangkum di dalamnya. Antara lain satu hal terkait dengan isu legislasi: ”...diperlukan alat untuk menilai kualitas legislasi dan proses legislasi yang bisa mendekatkan isi undang-undang dengan cita keadilan. Dalam konteks inilah perlu dibuka ruang yang lebih besar untuk kelompok-kelompok kepentingan di dalam masyarakat untuk ikut serta dalam proses legislasi sehingga muatan legislasi bisa didekatkan sedekat mungkin dengan kondisi sosial yang ada”.
Pokok pikiran yang dihasilkan melalui proses diskusi dengan sejumlah pihak memperlihatkan bahwa problem legislasi masih berkutat pada dua hal. Pertama, soal bagaimana kualitas dan proses legislasi yang bisa mendekatkan isi dengan cita keadilan. Kedua, bagaimana merespons politik perundang-undangan agar tidak terjebak ke dalam pola represif dan membatasi kebebasan masyarakat sipil. Problem legislasi ini bukanlah hal baru, melainkan serasa melekat dengan konteks politik hukum Indonesia, di mana legislasi menjadi tarik-menarik kepentingan antarpihak dan kerap mengabaikan prinsip-prinsip sekaligus menguatkan substansi yang lebih maju dan protektif bagi warga negara (Herlambang Perdana W, 2012).