Kerusuhan Mei 1998
23 Tahun dalam Harapan
Sudah cukup bagi Presiden Jokowi berjanji politik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Sudah saatnya janji politik itu direalisasikan menjadi kenyataan dengan memberi jawaban keadilan bagi korban.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F12%2F8b1f0f34-9002-44ab-86eb-992ec13dd938_jpg.jpg)
Massa buruh dan mahasiswa menggelar aksi memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi pemerintah saat ini. Publik juga menaruh harapan besar agar penuntasan persoalan HAM diselesaikan melalui pengadilan.
"Apa salah kami sampai (diancam) mau dibakar dan dibunuh?". "Bensin motorku penuh dan dimandiin tuh satu tangki. Terus dibakar kan aku ini. Tangan kananku tak lagi sempurna. Bekas luka bakar 21 tahun (kini 23) silam masih jelas di sekujur tubuh.”
Itulah dua penggalan cerita saksi dan korban pada tragedi Mei 1998 yang diungkapkan Candra Jap dan Iwan Firman, seperti dikutip media. Tentu ada banyak kisah memilukan lainnya yang belum terungkap seperti banyaknya perempuan keturunan Tionghoa di Indonesia yang menjadi korban kekerasan pada tragedi itu. Pengalaman pahit dalam tragedi tersebut telah menjadi memori kolektif yang menyakitkan, dan bagi korban pengalaman itu tentu akan sulit dilupakan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 6 dengan judul "23 Tahun dalam Harapan".
Baca Epaper Kompas