Kemensos Akui Kesulitan Cegah Politisasi Bansos
Meski bantuan sosial ditransfer langsung ke rekening, ada saja upaya mengakalinya.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Sosial mengakui proses penyaluran bantuan sosial dalam Program Keluarga Harapan atau PKH menghadapi tantangan di tahun politik menuju Pemilu 2024. Berbagai upaya pencegahan dan imbauan sudah mereka lakukan tetapi politisasi bansos tetap terjadi.
Staf Khusus Menteri Sosial Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Program, Suhadi Lili, mengatakan, pihaknya tidak bisa menjatuhkan sanksi langsung kepada dinas sosial yang membawahkan pendamping sosial. Secara struktur birokrasi, kepala dinas berada di bawah pemerintah daerah yang otonom. Kemensos hanya bisa mengimbau agar penyaluran bansos sesuai aturan.
Kemensos sudah mencegah hal itu dengan menyalurkan bansos langsung melalui transfer bank ke rekening keluarga penerima manfaat (KPM) bekerja sama dengan bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau PT Pos Indonesia. Hal ini sesuai Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial secara Nontunai.
Baca juga: Ombudsman Temukan Malaadministrasi dalam Bansos PKH
Kemensos juga membangun aplikasi Cek Bansos yang memungkinkan penerima bansos atau orang yang belum masuk dalam daftar bisa mengusulkan atau menyanggah diri. Upaya ini untuk meminimalisasi kemungkinan kesalahan verifikasi data penerima kesejahteraan sosial (DTKS).
”Kami semua yang bekerja di kementerian ini kan ASN. ASN diwajibkan netral. Kalaupun ada politisasi, kan kita ini tidak bekerja di ruang steril. Jadi, kesempatan itu pasti ada dan kami berusaha meminimalisasi. Salah satu penyalurannya secara nontunai sehingga tidak bisa dikumpul-kumpulkan untuk kampanye,” kata Suhadi, Jumat (19/1/2024).
Namun, saat proses pendampingan dan pelatihan kepada keluarga penerima bansos terkadang disusupi oleh kepentingan politis. Tanpa menyebutkan kasus secara spesifik dan jumlahnya, Suhadi menyatakan sudah ada beberapa pendamping sosial yang dibebastugaskan karena terbukti memolitisasi bansos.
”Kalau dalam waktu tiga bulanan bisa men-on-off-kan, bansos itu sudah kami stop agar mereka kerjanya tidak di ranah situ dan tidak punya hak veto terhadap proses kepada para KPM. Ada yang ditindak tegas,” ujarnya.
Setara korupsi
Peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yanu Endar Prasetyo, menilai, masyarakat sering kali takut untuk melaporkan penyelewengan bansos. Di sisi lain, masyarakat juga membutuhkan bansos tersebut sehingga mereka mengambil begitu saja walau bansos yang berasal dari uang pajak rakyat sudah dipolitisasi atau dipersonalisasi.
Penyaluran bansos yang didasarkan pada faktor personal atau hubungan pribadi sudah setara dengan korupsi.
Politisasi dan personalisasi bansos secara langsung melanggar prinsip keadilan, akuntabilitas, dan transparansi. Penyaluran bansos yang didasarkan pada faktor personal atau hubungan pribadi sudah setara dengan korupsi karena dengan sengaja mengambil hak masyarakat yang lebih membutuhkan bantuan.
”Secara undang-undang sebenarnya bisa ditindak hukum, tetapi korban terkadang tidak merasa aman sehingga tidak semudah itu melaporkan penyelewengan. Jadi lebih banyak menjadi sanksi sosial dan etik, biasanya melalui viralitas di media sosial,” kata Yanu.
Oleh karena itu, masyarakat perlu kritis untuk tidak mudah menerima begitu saja bansos yang dipolitisasi. Ketika bansos diselewengkan, dampaknya dapat merugikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Bantuan yang seharusnya menjadi solusi untuk mengatasi ketidaksetaraan justru dapat memperburuk ketimpangan tersebut.
Sebelumnya, laporan tim investigasi Kompas yang terbit 18 Januari 2024 menemukan bahwa terjadi politisasi bansos oleh sejumlah calon anggota legislatif di sejumlah daerah. Modusnya beragam, mulai dari menggandeng pendamping sosial dan dinas-dinas di daerah untuk menyisipkan bahan kampanye dalam penyaluran bansos hingga aparat desa yang mengancam memutus bansos masyarakat jika tidak mendukung caleg tertentu.
Misalnya di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pendamping sosial se-Kabupaten Sijunjung dikumpulkan oleh caleg berinisial RL di sebuah hotel pada 20 September 2023. Pertemuan itu difasilitasi Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Sijunjung.
”Kalau memang ada keikhlasan dan kerelaan, saya berharap bantuan teman-teman (pendamping sosial) di pemilu yang akan datang,” kata RL seperti yang terdengar dalam bukti rekaman yang didapat Kompas.
Baca juga: Liputan Investigasi ”Kompas”, Kecurangan Caleg
Setelah pertemuan itu, para petani penerima PKH mendapatkan bansos dengan selipan kalender dan gantungan kunci berwajah RL. Pendamping sosial yang memberi juga menitipkan pesan untuk memilih RL menjadi anggota DPR saat hari pencoblosan, 14 Februari mendatang.