logo Kompas.id
β€Ί
Humanioraβ€ΊLimbung Pangan di Merauke
Iklan

Limbung Pangan di Merauke

Pembangunan lumbung pangan di Merauke dengan meminggirkan sistem pangan Marind-anim telah memicu kerentanan pangan dan kesehatan orang asli Papua. Hal ini merupakan bentuk gastrokolonialisme.

Oleh
AHMAD ARIF, SAIFUL RIJAL YUNUS, Yohanes Advent Krisdamarjati, MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
Β· 1 menit baca
Seorang anak melintasi tumpukan hasil memungut sisa-sisa hasil hutan di sekitar bivak di Distrik Animha, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat (11/11/2022).
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Seorang anak melintasi tumpukan hasil memungut sisa-sisa hasil hutan di sekitar bivak di Distrik Animha, Kabupaten Merauke, Papua, Jumat (11/11/2022).

JAKARTA, KOMPAS - Proses panjang cetak sawah di Merauke telah menjadikan wilayah paling timur Indonesia ini sebagai lumbung beras di Papua. Sekalipun surplus beras, skema pembangunan yang dirancang untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional itu menyebabkan masyarakat lokal di Merauke limbung pangan.

Upaya membangun lumbung beras dengan berbagai proyek cetak sawah di Merauke telah dimulai sejak 1955 saat Papua masih dikuasai Belanda, dengan dibangunnya rice bedrifjk (perusahaan padi) dan cetak sawah di Distrik Kurik. Setelah menjadi bagian Indonesia, upaya cetak sawah baru di Merauke terus dilakukan dengan mendatangkan para transmigran sejak 1970-an.

Editor:
ICHWAN SUSANTO
Bagikan