logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊPerdagangan Karbon Masih...
Iklan

Perdagangan Karbon Masih Lambat Tekan Emisi

Indonesia dapat memfokuskan hasil dari penerapan mekanisme NEK untuk proyek-proyek pembangunan rendah emisi, seperti energi terbarukan.

Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
Β· 0 menit baca
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/3/2023). Dengan menggunakan teknologi Gasifikasi Power Plant, PLTSa itu mampu menghasilkan listrik 12 megawatt melalui pengolahan sampah 1.000 ton per hari.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Benowo di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/3/2023). Dengan menggunakan teknologi Gasifikasi Power Plant, PLTSa itu mampu menghasilkan listrik 12 megawatt melalui pengolahan sampah 1.000 ton per hari.

JAKARTA, KOMPAS β€” Peningkatan jumlah instrumen nilai ekonomi karbon atau NEK beserta pendapatannya di dunia belum optimal dalam mengompensasi emisi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan kesenjangan infrastruktur dan regulasi dalam menerapkan mekanisme NEK di setiap negara masih menjadi persoalan.

Laporan Bank Dunia berjudul State and Trends of Carbon Pricing 2023 yang dipublikasikan Selasa (23/5/2023) waktu setempat menunjukkan, instrumen NEK (carbon pricing) di dunia yang tercatat per 1 April 2023 mencapai 73 mekanisme. Mekanisme NEK tersebut terdiri dari pajak karbon dan sistem perdagangan emisi (ETS). Pencatatan itu turut mencakup mekanisme yang dijadwalkan akan diimplementasikan pada 2023. Pada tahun lalu, jumlahnya mencapai 68 mekanisme.

Editor:
MUHAMMAD FAJAR MARTA
Bagikan