logo Kompas.id
β€Ί
Pendidikan & Kebudayaanβ€ΊPara Penghayat Kepercayaan...
Iklan

Para Penghayat Kepercayaan Masih Terpinggirkan

Pengakuan negara terhadap para penghayat kepercayaan dinilai belum optimal. Sebagian penghayat kepercayaan masih terkendala untuk mengakses layanan publik seperti Warga Negara Indonesia pada umumnya.

Oleh
Tim Kompas
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/TgcPJ_AU6QzhK-0MXqLQGpOHsV8=/1024x685/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2F77e4e105-4d08-4490-8489-b1353ed7a08a_jpg.jpg
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN

Setelah menanti lama, baru pada 2021 ini Orang Rimba di Jambi dicatatkan data kependudukannya secara masif oleh negara. Pencatatan administratif itu menandai pengakuan negara atas kepercayaan non agama pada komunitas pedalaman tersebut. Mengkebul (70) menunggu pembagian bantuan sosial tunai dari negara, di wilayah Terab, Kabupaten Batanghari, Jambi, Sabtu 22/5/2021).

JAKARTA, KOMPAS-Pada 2017, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dengan ini, penghayat dapat mencantumkan kepercayaannya di Kartu Tanda Penduduk elektronik dan mengosongkan kolom agama. Ini terangkum pada putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016.

Sebagian dari mereka berhasil mencantumkan kepercayaannya di KTP elektronik. Namun, sebagian lainnya kesulitan karena petugas di lapangan belum memahami putusan MK itu.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan