logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊBola Liar Korupsi Kepala...
Iklan

Bola Liar Korupsi Kepala Daerah di Pilkada

Walau diberi masa jeda, mantan narapidana korupsi dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Fenomena kepala daerah yang kembali terpilih meski pernah tersandung kasus korupsi dapat terulang kembali.

Oleh
DEDY AFRIANTO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/vY3gcWIRLANgx7nf0InfnGmYTJU=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F12%2Ff6f22025-e6e7-4c34-b9b1-ab6c8eac0464_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) membacakan putusan perkara nomor 56/PUU-XVII/2019 Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu (11/12/2019). Dalam sidang itu, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang diajukan oleh dua lembaga swadaya masyarakat Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). MK menyatakan bahwa mantan narapidana harus menunggu selama 5 tahun setelah bebas jika ingin maju Pilkada.Kompas/Wawan H Prabowo

Upaya pencegahan mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah menemui batu sandungan. Bukan hal mustahil, jika kepala daerah yang pernah tersandung kasus korupsi kembali mencalonkan diri dan terpilih seperti beberapa pilkada sebelumnya.

Untuk mencegah hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana melarang mantan narapidana korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 tahun mendatang. Wacana ini tercantum dalam rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota.

Editor:
Bagikan