logo Kompas.id
UtamaTerorisme yang Bermain di Dua ...
Iklan

Terorisme yang Bermain di Dua Kaki

Berbeda dengan mereka yang bermain kotor di lapangan bergumul dengan bahan peledak dan bom, pihak-pihak di level elite yang berpengaruh dalam mematangkan narasi pro-ekstremisme ini ”bermain tangan bersih”.

Oleh
Sarie Febriane
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/3tPJ4hnxA61EDnruQBU4YSsANiA=/1024x768/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F4217D0F8-A1BD-4382-B9A0-D7B68F802D0C_1616905663.jpeg
KOMPAS/RENY SRI AYU

Suasana di Jalan Kartini, Makassar, Sulawesi Selatan, di depan Gereja Katedral pasca-ledakan yang diduga bom bunuh diri, Minggu (28/3/2021). Ledakan ini mengejutkan jemaat dan warga yang sedang beraktivitas di Lapangan Karebosi, tak jauh dari gereja.

Pagi itu, 1 Februari 2019, langit Jakarta membentang biru cerah. Matahari menyeruak menyinari senyum anak-anak yang asyik berjoget senam pagi di lapangan luas sebuah panti sosial di Bambu Apus, Jakarta Timur. Salah satu anak di barisan terdepan asyik mengikuti gerakan instruktur senam. Kerudung hitam panjangnya terayun-ayun ketika tubuhnya bergoyang. Tujuh bulan sebelumnya, gadis kecil itu mendadak jadi yatim piatu ketika kedua orangtua dan dua kakaknya yang remaja meledakkan diri di Markas Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, 14 Mei 2018.

Sesekali senyum gadis kecil berusia delapan tahun itu tersungging saat mengikuti irama lagu. Pagi itu, sang instruktur senam menyetel lagu dari Ratih Purwasih berjudul ”Kau Tercipta Bukan Untukku” yang mengalun dalam irama dangdut. ”Dia mau joget seperti itu sudah suatu pencapaian luar biasa,” bisik salah seorang kakak pendamping di panti itu.

Editor:
sariefebriane
Bagikan