Bermain di Dalam Lemari
Suara yang kudengar tadi masih ada, semakin dekat, tetapi entah di mana.
Namaku Rinai. Entah mengapa aku bisa disapa demikian. Sejauh yang aku tahu, Rinai adalah hujan. Sampai detik ini aku sangat benci terhadap hujan. Entah mengapa setiap kali melihat tetesan hujan, hatiku seperti teriris. Anehnya, aku tak pernah tahu apa alasannya. Ketika mendengar rintiknya bertengger di atap rumahku, aku seperti merasakan sayatan-sayatan pisau yang mengiris luka di sekujur tubuhku, perih namun tak berdarah.
Pernah suatu ketika, hujan turun tanpa aba-aba saat aku kembali dari pasar bersama mama. Ia turun dengan deras dan mengagetkan. Aku segera menghentikan motorku. Tanpa memedulikan mama yang juga kehujanan, aku melarikan diri menuju rumah kosong di ujung jalan beraspal itu. Aku merasa tercekik. Bunyi hujan yang menimpa atap seng perumahan warga membuatku semakin tercekik, seperti kehabisan napas.