logo Kompas.id
RisetWarganet Menyoroti Aspek Etika...
Iklan

Warganet Menyoroti Aspek Etika dan Kesopanan dalam Debat Cawapres

Aspek kesopanan dan etika debat menjadi salah satu isu yang paling banyak mendapat sorotan warganet.

Oleh
YULIUS BRAHMANTYA PRIAMBADA
· 6 menit baca
Tiga pasangan capres dan cawapres naik ke panggung pada akhir acara Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Tiga pasangan capres dan cawapres naik ke panggung pada akhir acara Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Dinamika persaingan antarcalon wakil presiden yang terjadi dalam forum debat keempat Pilpres 2024 menjalar hingga ke media sosial. Aspek kesopanan dan etika debat menjadi salah satu isu yang paling banyak mendapat sorotan warganet.

Para calon wakil presiden (cawapres) yang bersaing pada Pemilu 2024 kembali bertemu dalam forum debat untuk kedua kali pada Minggu (21/1/2024) di Jakarta Convention Center. Silang pendapat dan adu argumentasi berlangsung intens antara Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.

Para cawapres ini unjuk kebolehan dalam memaparkan, menjelaskan, dan juga menjawab sejumlah topik yang diajukan para panelis ataupun para kandidat lain. Mulai dari tema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, hingga desa.

Ajang debat tersebut rupanya mendapat perhatian besar dari warganet Indonesia. Dinamika yang terjadi di jagat maya ini diamati Litbang Kompas melalui aplikasi pemantau media sosial Talkwalker. Adapun percakapan media sosial yang dihimpun bersumber dari platform Youtube, Tiktok, dan X. Pemantauan ini menggunakan kata debat sebagai query utama dan mengambil kurun waktu tiga hari (21-23 Januari 2024) atau dari hari-H hingga H+2 pascadebat cawapres.

Hasilnya, secara total terdapat 929.393 unggahan terkait kata debat yang muncul di ketiga platform tersebut. X (sebelumnya Twitter) merupakan platform dengan jumlah konten terbanyak, yakni 919.900 unggahan. Youtube menjadi platform paling ramai jumlah konten berikutnya dengan 9.200 unggahan. Sementara jumlah unggahan di Tiktok sebanyak 293.

Baca juga: Di Debat Keempat Pilpres, Tingkat Kematangan Sikap Cawapres Terlihat

https://cdn-assetd.kompas.id/mVNivYrmwB-u1lDAeSmtmvLydDE=/1024x3735/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F25%2F0a34d701-7884-425b-b042-5c1074311b3e_png.png

Besarnya minat dan perhatian warganet terkait jalannya debat dapat diamati dari jumlah interaksi (likes, shares/repost, dan komentar) yang diberikan. Secara keseluruhan, pembicaraan mengenai debat di berbagai platform tersebut memiliki 10,7 juta interaksi. Interaksi tertinggi disumbang oleh platform X sebesar 5,9 juta interaksi. Selanjutnya Tiktok dengan jumlah interaksi terbanyak kedua dengan 2,9 juta interaksi, dan Youtube menghimpun 1,9 juta interaksi.

Etika kesopanan

Dari sekian banyak tema percakapan yang muncul selama masa debat, sebagian besar warganet tampaknya memiliki perhatian lebih pada gaya penampilan para cawapres, khususnya aspek kesopanan dan etika. Hal ini bisa dilihat dari isi unggahan-unggahan yang mengundang interaksi dalam jumlah besar.

Di Tiktok, misalnya, 7 dari 10 konten terpopuler memiliki tema seputar etika, kesopanan, dan gaya penampilan cawapres. Jika digabung, ketujuh unggahan tersebut memiliki 618.000 atau 21,3 persen dari total keseluruhan interaksi di Tiktok.

Tak berbeda jauh dengan X, yang setidaknya 9 dari 10 unggahan terpopuler di kanal ini juga membicarakan hal yang lebih kurang sama. Di Youtube, separuh dari 10 konten dengan interaksi terbesar memiliki tema konten yang serupa.

Ketika diamati lebih dalam, Gibran merupakan sosok sentral dalam pembicaraan mengenai topik tersebut. Hampir semua konten yang mengangkat topik kesopanan dan gaya penampilan menunjukkan komentar-komentar yang mengarah pada sejumlah aksi Gibran selama debat.

Salah satu contohnya adalah konten Tiktok dari akun @officialinews pada 22 Januari 2024 pukul 09.35. Unggahan yang telah ditonton 4,5 juta kali dan memiliki 111.700 interaksi itu menampilkan cuplikan tayangan debat ketika Gibran meninggalkan podium untuk berbicara.

Baca juga: Gaya Debat Gibran Picu Sentimen Negatif

Suasana saat para calon wakil presiden tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana saat para calon wakil presiden tampil dalam Debat Keempat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1/2024).

Di sisi lain, konten video Youtube dari akun resmi milik Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali, @rhenald_khasali, juga mendapat perhatian warganet. Dalam tayangan video siniar (podcast) tersebut, Rhenald tampak berbincang dengan Mahfud MD mengenai pelaksanaan debat keempat.

Iklan

Salah satu topik utama pembicaraan adalah penjelasan Mahfud menyikapi sikap Gibran yang dirasa sebagai gimik. Tak hanya itu, Mahfud juga membeberkan alasan mengapa pertanyaan Gibran terkait greenflation terkesan ”receh” dan tidak layak untuk dijawab. Tayangan itu pun berhasil menarik 44.600 interaksi dan telah dilihat lebih dari 1,6 juta kali, membuatnya menjadi konten terpopuler kedua terkait debat di Youtube.

Etika debat

Fenomena saling sindir melalui gestur tubuh ataupun ucapan verbal kandidat dalam debat politik rupanya telah sejak lama menjadi obyek penelitian di banyak negara. Hamideh Molaci, peneliti dari Universitas Sydney (2014), menjelaskan, kesopanan (civility) adalah salah satu karakter fundamental dari sebuah diskusi politik yang konstruktif. Civility, katanya, sangat diperlukan dalam lingkup diskursus yang demokratis. Melihat definisinya, civility mencakup nilai kesopanan, keramahan, dan saling menghormati.

Temuan penelitian lain juga menunjukkan bahwa debat politik yang tidak mengutamakan etika dan kesopanan dapat mengarahkan pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aktor, lembaga, dan sistem politik secara keseluruhan (Hopmann, dkk, 2017; Skytte, 2018). Lebih spesifik, Hopmann menyimpulkan, pemilih lebih menyukai debat yang berfokus pada gagasan kebijakan daripada menonton kandidat yang malah sibuk melemparkan serangan atau sindiran antarpersonal.

Oleh sebab itu, National Institute for Civil Discourse, sebuah lembaga riset dari Universitas Arizona, bersama 60 organisasi lain di Amerika Serikat, telah menyepakati sebuah Standar Perilaku Debat Presiden pada 2016. Terdapat 15 poin aturan yang didorong diterapkan terhadap kandidat, moderator, dan penonton debat.

Dari lima poin yang ditujukan kepada kandidat, tiga poin secara khusus menginginkan supaya para kandidat bersikap saling menghormati dalam tutur laku dan wicara serta dengan tegas menolak segala tindakan ketidaksopanan.

Ketidaksopanan dan serangan yang bersifat personal memang sangat rentan muncul dalam aktivitas debat politik. Ine Goovaerts dan Emma Turkenburg (2023), peneliti ilmu politik dan media dari Belgia, menemukan bahwa perilaku peserta debat yang tidak mengindahkan norma kesopanan dapat dipengaruhi oleh karakter kandidat, topik debat, jumlah kandidat yang terlibat, jender, hingga ideologi kandidat.

Baca juga: Pengaruh Debat Bisa Berdampak Lebih Besar

Litbang <i>Kompas</i> kembali mengadakan jajak pendapat saat debat bertema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Ketiga cawapres mendapatkan penilaian performa yang baik dengan skor rata-rata di kisaran angka 7.
KOMPAS

Litbang Kompas kembali mengadakan jajak pendapat saat debat bertema pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat, dan desa. Ketiga cawapres mendapatkan penilaian performa yang baik dengan skor rata-rata di kisaran angka 7.

Salah satu sorotan dari temuan riset Goovaerts dan Turkenburg adalah adanya pernyataan atau tindakan yang tidak sopan akan memicu tindakan atau pernyataan tidak sopan dari kandidat lain. Terdapat sejumlah asumsi di balik mengapa para kandidat tetap melakukan aksi demikian sekalipun tidak disukai oleh sebagian besar masyarakat. Dalam pandangan Goovaerts dan Turkenburg, hal ini sangat dipengaruhi oleh lanskap media informasi saat ini.

Mereka melihat, media massa cenderung lebih banyak menyorot aksi kandidat yang menerobos batas norma atau aturan. Hal ini disebabkan media bersaing satu sama lain untuk mendapat perhatian paling besar dari audiens. Pemberitaan yang menyorot pada aksi-aksi tersebut lantas terbukti berhasil menyedot ketertarikan masyarakat.

Atensi publik

Fenomena tersebut berlanjut di media sosial. Goovaerts dan Turkenburg menjelaskan, karakter media sosial yang mengutamakan kecepatan dan keringkasan sangat mendukung penyebaran konten-konten yang bersifat sederhana, impulsif, dan tidak sopan. Dengan demikian, para kandidat bisa jadi memanfaatkan celah ini dan menjadikan aksi sindiran yang melanggar norma sebagai strategi untuk meraih perhatian sebesar-besarnya dari masyarakat luas.

Data pengamatan media sosial tampaknya memberi tanda bahwa strategi tersebut memang berhasil meraih atensi publik. Namun, bukan berarti tindakan para kandidat tidak mendatangkan konsekuensi. Penelitian Waiphot Kulachai dkk (2023) menemukan bahwa karakter kandidat merupakan salah satu faktor kunci bagi pemilih dalam menentukan pilihan.

Selain aspek kecakapan dan kompetensi kepemimpinan, unsur integritas, kepatuhan terhadap etika, dan kejujuran kandidat merupakan elemen yang sangat diperhatikan pemilih. Mereka menyampaikan, karakter dan atribut kandidat yang sejajar dengan nilai-nilai yang dipegang oleh pemilih dapat menentukan keputusan pilihan.

Baca juga: Peneliti CSIS Nilai Debat Cawapres Masih Didominasi Gimik, Belum Substansi

https://cdn-assetd.kompas.id/Nn17Jxu9_Jbo966wU6OgSs4d2S0=/1024x2405/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F22%2F55cfb927-ea08-4f61-9ce7-97d58dc88569_png.png

Pada forum debat, daya berpikir logis dan kritis dibutuhkan dalam penyampaian dan pembantahan gagasan. Namun, bukan berarti sikap saling menghormati dan menjunjung tinggi adab dapat diabaikan begitu saja. Di Indonesia, nilai ini masih sangat relevan dan penting bagi sebagian besar publik. Ini tampak dari konten-konten bernuansa kehangatan dan rekonsiliasi antarkandidat masih mendapat perhatian besar dari warganet.

Contohnya adalah konten di Tiktok yang menayangkan adegan Anies Baswedan yang memeluk erat Muhaimin setelah debat usai. Cuplikan kreasi akun resmi Kumparan tersebut mampu menghimpun 488.100 interaksi dan dilihat 11,8 juta kali, sekaligus menjadikannya sebagai konten terpopuler tentang debat. Sementara itu, konten terpopuler ketujuh terkait debat, yakni tayangan adegan Gibran yang meminta maaf kepada Mahfud setelah debat, juga berhasil menyita 93.300 interaksi dan dilihat 1,6 juta kali.

Dengan demikian, penting bagi setiap kandidat untuk terus mengutamakan adab dan kesopanan sembari terus melancarkan kritik yang bermutu terhadap kontestan lain. Bagaimanapun, upaya membangun jati diri bangsa yang bermartabat harus bermula dari pemimpinnya terlebih dahulu. (LITBANG KOMPAS)

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan