”Ota Lapau” dan Transisi Kuasa di Ranah Minang
Ada anekdot di masyarakat Minang, jika ingin menjadi anggota Dewan, maka sering-seringlah duduk di lapau. Anggapan itu masih mengakar sampai sekarang.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F511162_getattachmenteef4b60b-ed04-4a57-9f4c-13e1312a20d3502608.jpg)
Rumah-rumah dengan atap berbentuk bagonjong di Kawasan Seribu Rumah Gadang, Muaralabuh, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, 26 Januari 2018.
Lapau, atau kedai tradisional, menjadi salah satu simpul tumbuhnya budaya intelektual di masyarakat Minang. Dalam setiap transisi kuasa, termasuk pilkada, lapau juga menjadi titik temu berbagai lapisan masyarakat untuk mendiskusikan beragam isu politik. Inilah serpihan mosaik politik di Ranah Minang yang masih bertahan hingga kini.
Lapau merupakan warisan sejarah dalam ekonomi kerakyatan di Sumatera Barat. Dahulu, lapau identik dengan warung sederhana yang menjual kebutuhan sehari-hari. Pemilik lapau biasanya juga menyediakan makanan khas buatan sendiri untuk dijual.