logo Kompas.id
β€Ί
Politik & Hukumβ€ΊAntitesis Pemihakan Akademisi ...
Iklan

Antitesis Pemihakan Akademisi ke Penguasa, Barisan Kawal Demokrasi Terbentuk

Barisan akademisi dan pegiat hukum jadi benteng pertahanan integritas terakhir di tengah tergerusnya etika bangsa.

Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
Β· 0 menit baca
Perwakilan tim kuasa hukum yang mewakili 16 Guru Besar Hukum Tata Negara di Indonesia Violla Reininda (kedua dari kanan) dan Arif Maulana (kanan) menyerahkan berkas laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (26/10/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Perwakilan tim kuasa hukum yang mewakili 16 Guru Besar Hukum Tata Negara di Indonesia Violla Reininda (kedua dari kanan) dan Arif Maulana (kanan) menyerahkan berkas laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (26/10/2023).

JAKARTA, KOMPAS β€” Sejumlah akademisi dan pegiat hukum tata negara dan hukum administrasi negara membentuk barisan untuk mengawal penyelenggaraan negara dan pemerintahan dalam kerangka negara hukum yang demokratis. Pengorganisasian ini dilakukan karena banyak akademisi yang memilih berpihak pada penguasa dan kepentingan politik di tengah situasi bangsa yang semakin morat-marit.

Dalam Deklarasi Yogyakarta Constitutional and Administrative Law Society (CALS) atau Masyarakat Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, di Yogyakarta, Jumat (2/8/2024), yang dibacakan oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti ditegaskan bahwa hukum tata negara dan hukum administrasi negara merupakan bagian dari sistem kehidupan berbangsa yang memiliki fungsi strategis.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan