Hoaks Pemilu Diprediksi Meningkat Seusai Pencoblosan
Masyarakat mesti menjadi pemilih kritis sehingga bisa membedakan konten-konten politik yang berupa fakta atau hoaks.
JAKARTA, KOMPAS — Puncak penyebaran hoaks diprediksi akan terjadi setelah pemungutan suara 14 Februari 2024 ketika rekapitulasi suara hingga gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Serangan tersebut berpotensi menyasar peserta pemilu, penyelenggara pemilu, media, serta lembaga survei. Karena itu, masyarakat diharapkan bisa kritis sehingga dapat membedakan konten-konten politik yang berupa fakta atau hoaks.
Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho saat dihubungi Selasa (13/2/2024) menuturkan, tren konten hoaks selama Januari 2024 terjadi pergeseran dari menyerang kandidat pemilu kini lebih mendominasi hoaks tentang penyelenggara pemilu.
Puncaknya diprediksi akan terjadi setelah pemungutan suara 14 Februari 2024 ketika tahapan memasuki rekapitulasi suara hingga gugatan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. ”Sekarang sudah sangat membanjir hoaks politik antarkubu capres dari kelompok pendukungnya. Serangan juga menyasar penyelenggara pemilu untuk mendelegitimasi pemilu,” kata Septiaji.
Septiaji melanjutkan, isu kecurangan pemilu harus disikapi dengan sangat serius oleh penyelenggara pemilu. Karena isu ini yang diprediksi meningkat tajam setelah hari pencoblosan 14 Februari 2024 dan berpotensi membuat orang menolak hasil pemilu dan memantik keonaran.
”Kami sudah menemukan beberapa konten hoaks yang mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu seperti hoaks mobilisasi ODGJ (orang dengan gangguan jiwa), hoaks sistem teknologi informasi (TI) KPU, dan isu keberpihakan penyelenggara pemilu,” tutur Septiaji.
Baca juga: Gigih Membendung Hoaks yang Kian Canggih
Menurut Septiaji, berdasarkan Laporan Pemetaan Hoaks yang diterbitkan Mafindo, ada 2.330 hoaks selama tahun 2023 dengan hoaks politik sebanyak 1.292. Dari angka tersebut, 645 di antaranya adalah hoaks terkait Pemilu 2024. Jumlah hoaks politik itu dua kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan hoaks sejenis pada musim Pemilu 2019 sebanyak 644.
Sekarang sudah sangat membanjir hoaks politik antarkubu capres dari kelompok pendukungnya. Serangan juga menyasar penyelenggara pemilu untuk mendelegitimasi pemilu.
Karena itu, upaya menangani hoaks tidak cukup dengan melakukan fact checking atau pemeriksaan fakta. Sangat penting upaya pencegahan dalam bentuk vaksinasi informasi atau prebunking. Caranya dengan menyajikan konten yang bisa mengedukasi publik sehingga memiliki kekebalan atau imun kuat saat terpapar hoaks.
”Masyarakat juga bisa menjadi pemilih kritis sehingga bisa membedakan konten-konten politik yang berupa fakta atau hoaks. Identifikasi potensi hoaks perlu dilakukan sehingga langkah-langkah antisipatif bisa dilakukan lebih awal sebelum haoks menyebar,” katanya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, Senin (12/2/2024), saat berkunjung ke Redaksi Kompas, di Menara Kompas, Jakarta, menyampaikan, Kemenkominfo terus melakukan pemantauan konten yang tersebar di internet untuk menangkal hoaks. Pihaknya telah mengidentifikasi ketika ada peredaran segala jenis berita hoaks, disinformasi, misinformasi, ataupun malainformasi, serta ujaran kebencian di media sosial.
Baca juga: Medsos Menyimpan Potensi Kerawanan Pemilu
Pada kesempatan itu, Budi Arie ditemani Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra dan CEO KG Media Andy Budiman mengunjungi War Room Hitung Cepat Kompas di Menara Kompas.
Berdasarkan pantauan Kemenkominfo, lanjut Budi Arie, konten hoaks yang beredar selama masa kampanye Pemilu 2024 tidak sebanyak Pemilu 2019. Namun, Budi Arie menyampaikan, konten hoaks masih tetap menjadi ancaman bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Berdasarkan data Kemenkominfo, selama 1 Januari 2023-6 Februari 2024 teridentifikasi 248 temuan isu hoaks terkait pemilu yang tersebar pada 3.144 konten. Dari jumlah itu, Kemenkominfo melakukan take down atau moderasi konten terhadap 1.876 konten hoaks mengenai pemilu.
Budi Arie juga mengapresiasi peran pers nasional sebagai pilar keempat dalam demokrasi. Pers di Indonesia telah menjadi penyebar informasi yang mencerdaskan bangsa. Pers juga memiliki peran mengawal Pemilu 2024 supaya berlangsung secara damai, jujur, dan adil.
”Dengan bantuan insan pers, demokrasi harus kita jaga. Kita optimistis bisa melewati Pemilu 2024 dengan riang dan gembira meski berbeda-beda pilihan. Kita imbau tanggal 14 Februari ini masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya,” ujar Budi Arie.