Atasi Pelanggaran, Jaga Keadilan Pemilu
Meningkatkan kesadaran publik tentang urgensi menjaga kualitas penyelenggara pemilu penting dilakukan Bawaslu.
Masa kampanye merupakan tahapan krusial pada proses pemilihan umum. Dari sisi peserta pemilu, masa kampanye menjadi kesempatan berharga meyakinkan masyarakat atau konstituen untuk mendulang suara lewat program-program yang ditawarkan. Di sisi lain, pemilih juga punya hak mengetahui dan mendapatkan informasi tentang program dan pandangan para calon pemimpin negara ataupun calon wakil rakyat terkait dengan berbagai persoalan bangsa.
Kampanye sebagai wujud pendidikan politik masyarakat untuk meningkatkan partisipasi pemilih seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab dengan mengikuti aturan perundang-undangan. Namun, di lapangan, ditemukan sejumlah pelanggaran aturan.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyampaikan telah menangani 1.032 dugaan pelanggaran hingga 8 Januari 2024. Data itu berasal dari 703 laporan dan 329 temuan. Dari hasil penanganan, sebanyak 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan sisanya dinyatakan sebagai bukan pelanggaran. Data yang diakses pada 27 Januari 2024 dari laman sigaplapor.bawaslu.go.id menunjukkan ada peningkatan laporan dan temuan yang ditangani Bawaslu, yaitu sebanyak 926 laporan dan 431 temuan.
Fenomena pelanggaran kampanye ini juga tertangkap dari hasil jajak pendapat Kompas pada 15-17 Januari 2024. Mayoritas responden (97 persen) mengaku pernah melihat atau mendengar soal larangan kampanye yang dilanggar peserta Pemilu 2024. Ragam pelanggaran terbanyak yang dilihat dan didengar publik ialah menjanjikan atau memberi uang atau materi lain kepada peserta kampanye, upaya penghasutan, serta merusak alat peraga kampanye pemilu peserta pemilu.
Baca juga: Bawaslu Diharapkan Lebih Gesit Pantau Serangan Fajar
Meski menemukan berbagai macam pelanggaran selama masa kampanye menjelang Pemilu 2024, 6 dari 10 responden mengaku belum melapor kepada Bawaslu sebagai lembaga yang berwenang menindaklanjuti jika ada pelanggaran aturan kampanye.
Sebanyak 29,8 persen responden menyatakan pelanggaran kampanye yang diketahuinya hanya akan diceritakan kepada orang-orang terdekat, misalnya kepada keluarga, kerabat, teman, atau tetangga. Sekitar 8 persen responden memilih memviralkan pelanggaran tersebut melalui media sosial. Bahkan, 28 persen responden lain bersikap tidak peduli atau memilih diam saja jika mengetahui terjadi pelanggaran larangan kampanye.
Meski demikian, sepertiga responden lain memilih bersikap aktif dengan melaporkan pelanggaran kampanye kepada Bawaslu, baik langsung yang dilakukan 21,6 persen responden maupun membuat laporan secara daring melalui aplikasi Sigap Lapor yang sudah disediakan Bawaslu. Hal ini menunjukkan, sebagian masyarakat pemilih sudah teredukasi untuk bersama-sama menjaga penyelenggaraan pemilu.
Pelanggaran kampanye
Laporan pelanggaran kampanye oleh masyarakat terkait pula dengan pengetahuannya pada jenis-jenis larangan kampanye. Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, disebutkan 10 larangan dalam berkampanye. Di antaranya, menyoal Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan NKRI; menghasut atau mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat; dan menjanjikan atau memberi uang atau materi lain kepada peserta kampanye pemilu.
Terkait dengan hal tersebut, sebanyak 62,9 persen responden jajak pendapat menegaskan mengetahui sebagian dari larangan kampanye. Namun, sepertiga responden menyebut tidak tahu sama sekali apa saja larangan dalam kampanye pemilu. Hanya 4,6 persen yang mengaku tahu semua aturan terkait larangan dalam kampanye.
Dari hasil jajak pendapat juga terpotret, aturan kampanye yang dinilai responden paling banyak dilanggar adalah menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain kepada peserta kampanye. Hal ini diungkap 22,7 persen responden. Fenomena pemberian bantuan sosial (bansos) juga mencuat akhir-akhir ini dan mewarnai keriuhan pada masa kampanye. Bansos yang didistribusikan selama masa kampanye dinilai riskan dipolitisasi pihak tengah berkontestasi.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Puadi menyebut bansos yang digunakan sebagai alat untuk menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau tidak langsung dapat dikualifikasikan sebagai politik uang.
Sebanyak 14,7 persen responden lain juga menyebutkan pernah melihat, mendengar, atau membaca berita pelanggaran aturan kampanye yang menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Kemudian, 14,1 persen responden menyatakan pelanggaran kampanye lain yang sering terjadi adalah merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu.
Sebanyak 13,7 persen responden menyebut aturan yang sering dilanggar adalah larangan mengganggu ketertiban umum. Selain itu, kurang dari seperlima responden menilai aturan yang dilanggar dalam kampanye adalah menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Kepercayaan publik
Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi pemilu tidak hanya memiliki posisi strategis dalam memastikan penyelenggaraan pemilu berjalan baik, tetapi juga memastikan keadilan pemilu terjaga, antara lain dengan merespons cepat laporan pelanggaran kampanye dari semua pihak.
Apalagi, publik memberikan apresiasi positif terhadap kinerja Bawaslu dalam menangani laporan pelanggaran kampanye pemilu. Tiga perempat responden jajak pendapat menilai baik dan sangat baik kinerja Bawaslu tersebut.
Sebanyak 40 persen responden juga menilai informasi terkait cara pelaporan pelanggaran kampanye dan laporan hasil penindakan disosialisasikan dengan baik dan jelas oleh Bawaslu. Namun, separuh responden memberikan catatan. Meski informasi sudah disosialisasikan, masih tidak jelas dan tidak sering diperbarui. Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi kerja Bawaslu di masa kampanye yang tinggal kurang dari dua pekan lagi.
Apalagi, Bawaslu mendapat kepercayaan tinggi publik. Separuh lebih responden meyakini Bawaslu bisa menjalankan tugas pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran pemilu dengan baik, adil, dan transparan.
Sikap publik ini mestinya jadi modal sosial bagi Bawaslu agar bisa menjadi motor bagi upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam bersama-sama menjaga kualitas pemilu. Bagaimanapun pelaksanaan fungsi yang diperankan Bawaslu ini tidak lain adalah bagian dari ikhtiar untuk menjamin terwujudnya keadilan pemilu.
Sosialisasi tentang pelanggaran pemilu dan meningkatkan kesadaran publik tentang urgensi menjaga kualitas penyelenggaraan pemilu penting dilakukan. Dalam hal itu, Bawaslu memegang peran strategis.